9.01.2008

Pertama

Ini taun ketiga, aku menyambut bulan puasa Ramadhan di Bandung. Gak sperti sewaktu masih sekolah -maksudnya masi sekolah pake seragam, maklum sekarang juga masi sekolah cuma namanya aja yang diganti jadi “kuliah”-, biasanya kita libur saat menyambut bulan puasa dan menikmati tarawih pertama, sahur pertama, dan puasa pertama di rumah, di antara hangatnya sebuah keluarga. Di mana kita hanya tinggal dibangunin pas sahur dan tinggal duduk di meja makan ketika buka.

Namun awal Ramadhan sekarang aku punya sebuah pengalaman yang sangat berkesan. Saat itu hari pertama kita tarawih. Aku –sperti bulan Ramadhan sebelumnya- sholat isya plus tarawih di mesjid LIPI di daerah Sangkuriang, tetangganya Cisitu. Jemaahnya rame seperti biasanya tarawih pertama. Dari awal aku sudah memperhitungkan kalo kejadian “rame” ini, jadi aku datengnya agak awal dari yang laen. Kejadian berkesannya adalah ketika empat rakaat kedua -di mesjid LIPI ini teknis sholatnya empat rakaat empat rakaat dan witir tiga rakaat- sholat tarawih di mesjid yang pembicara ceramahnya biasanya orang yang gelarnya tinggi-tinggi ini. Ketika rakaat ketiga, ketika imam membaca aurat pendek, tiba-tiba suaranya berubah menjadi parau dan sedikit mengisak. Beliau menangis! Aku gak tau surat apa yang dibacanya, kayaknya beliau membaca potongan ayat, tapi yang membuatku merinding adalah momen ketika beliau menangis itu. Imam mengangis ketikamembaca surat-surat-NYA saat sholat berjamaah, baru sekali ini aku alami. Dari dulu, aku hanya mendengar cerita dari guru agama atau ustadz. Aku g menyangka aku bisa berada di peristiwa itu. Sangat berkesan. Mengingatkanku pada kekuasaan-Nya.

Hujan juga terus mengguyur sehabis sholat tarawih. Suaranya saat keras ketika memantul dan menabrak atap-atap. Namun anehnya, aku dan orang-orang yang selesai sholat dan dalam perjalanan pulang tidak seperti diguyur hujan deras. Padahal ketika aku melihat cahaya lampu mobil, aku melihat biasan hujan yang aku pikir saat itu cukup deras. Namun sekali lagi, aku memang basah, namun tidak sekuyub yang aku bayangkan dan sekuyub yang seharusnya hujan bisa tumpahkan airnya ke badanku dan orang-orang ke sekelilingku. Subhanallah.

0 shadows: